News

Latest Post
Loading...
“Tiga syarat menghadapi tantangan global; perkuat kemandirian bangsa, tingkatkan daya saing, dan miliki peradaban bangsa yang mulia”. (Susilo Bambang Yudhoyono)

Jumat, 13 November 2015

MENJAWAB TANTANGAN DAN PELUANG PENDIDIKAN ABAD TEKNOLOGI DENGAN PENGUATAN NILAI-NILAI PENDIKAR

Rochimudin | Jumat, 13 November 2015 | 05.19 |
Pendidikan bukanlah segala-galanya, namun segalanya dapat dari pendidikan. Kita pernah mendengar slogan tersebut namun apakah masih relevan di abad digital teknologi? Apakah peran guru dan nilai-nilai karakter masih relevan? Dan apakah siswa mampu menjawab tantangan dan peluang di dunia pendidikan yang bersifat global dengan penguasaan nilai-nilai karakter?

Tantangan Global

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita harus tahu dan melihat tantangan dan peluang pendidikan di abad XXI sebagai era teknologi digital dan masyarakat layanan atau service society. Abad teknologi digital telah diprediksikan pada tahun 1998 oleh Negroponte (Being Digital: 1998) yang menyatakan bahwa Di masa depan Anda mungkin dapat mengenakan di pergelangan tangan, apa yang kini di atas meja, apa yang dulu memenuhi ruangan.

Dan prediksi Negroponte telah menjadi kenyataan sehingga kita dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan hidup termasuk pembelajaran di dunia pendidikan. Kita dapat melihat fenomena orang tua, muda bahkan anak-anak memiliki perangkat handphone minimal untuk berkomunikasi dan berkirim pesan. Ini berarti masyarakat kita telah welcome terhadap teknologi. Nah bagaimana dengan pembelajaran di sekolah?

Kalau kita melihat analisis dari Renate Nummela dan Geoffrey Caine dalam Making Connections (Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos: 2003:78), salah satu tempat yang beroperasi dengan cara yang sama seperti 50 tahun lalu adalah sekolah lokal. Ini berarti secara umum perubahan di dalam sekolah masih jalan di tempat. Kita bisa bertanya disini, bagaimana pembelajarannya, guru, kurikulum meskipun telah berubah, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Perubahan teknologi dan paradigma kurikulum belum tentu diikuti dengan perubahan mindset dan kultur belajar di sekolah. Tentu saja hal ini dikecualikan bagi sekolah yang telah mengubah diri dengan cepat. 

Sekolah yang telah mengubah diri berarti welcome dengan teknologi pendidikan, menyadari adanya perubahan masyarakat, dan menyiapkan diri menghadapi perubahan global dalam dunia yang tak berbatas (borderrless world).
 
Para futurolog dunia seperti Peter Drucker, John Naisbitt, Kenichi Ohmae, dan Robert Reich dalam Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos, 2003) telah memprediksi adanya tantangan yang berupa kecenderungan baru, yaitu pergeseran paradigma dari masyarakat industri ke masyarakat layanan atau service society. Kita harus sadar masyarakat sedang berubah, era industri sudah bergeser menjadi teknologi yang diikuti pula oleh perubahan budaya. Masyarakat (termasuk siswa di dalamnya) akan semakin pintar karena mudahnya mencari ilmu dan pengetahuan dengan mengakses informasi melalui internet. Oleh karena itu mereka akan cenderung bertanya, meminta bukti ilmiah, berdiskusi dan sebagainya. Siswa akan mudah bosan apabila diberi ceramah, didikte, mencatat, dan sebagainya.

Pergaulan global ditandai dengan perkembangnya media sosial di internet yang luar biasa dengan beragam aplikasi dan provider. Kita dapat mencari teman siapapun, dimanapun negara, berbagi cerita, foto, video, hasil karya kreatif, dan sebagainya. Media sosial di internet ibarat pedang bermata dua kita tidak dapat menolaknya. Bahkan Tapscott (1998:90) sudah memprediksi jauh sebelumnya bahwa kita adalah generasi pertama yang dikepung oleh media digital. Di sinilah peran para orang tua, guru dan sekolah untuk mengingatkannya, bagi yang berprofesi di bidang IT (Informasi dan Teknologi) untuk berinovasi bagaimana memblokir situs yang meracuni generasi muda (siswa) dan menimbulkan maksiat ataupun kriminalitas.

Namun Naisbitt optimis bahwa kita akan mengalami kecenderungan yang berlawanan dalam pergaulan global abad XXI yang disebut sebagai nasionalisme budaya. Perubahan budaya ini akan semakin menegaskan ciri khas kita sebagai bangsa yang berperadaban sehingga lebih manusiawi dan berpegang teguh pada akar budaya bangsa. Bangsa Indonesia akan semakin menegaskan dirinya yang berbudaya dengan berdasarkan Pancasila. Orang Malaysia misalnya, akan semakin menegaskan dirinya sebagai pendukung budaya melayu, dan sebagainya.

Peluang Abad Teknologi

Secara individu, kita khususnya pendidik dituntut menyiapkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakat global agar dapat menangkap peluang. Peluang dan kesempatan ini tidak boleh disia-siakan apabila kita akan membentuk negara yang berdaulat dan kuat dengan manusia yang berkarakter. Kuatnya negara ditandai dengan kualitas generasi mudanya. Oleh karena itu penting untuk menyiapkan secara mental dan skill menghadapi perubahan teknologi sesuai dengan profesi kita sebagai pendidik. Teknologi bagi kita (guru) memang bukan tujuan, namun sebagai sarana penting untuk pembelajaran dan memasuki pintu gerbang pergaulan global serta menjelajah dunia maya (internet). Era global seakan-akan telah menghilangkan sekat-sekat antarnegara (borderless world) yang berimplikasi pada kemajuan dunia pendidikan dan berpotensi membuat luntur nilai-nilai karakter bangsa.

Pembentukan nilai karakter bangsa pada Kemah Pembauran Generasi Muda SMA se Kota Semarang
di Salatiga, 10 - 12 Juni 2015 (dok: pribadi)

Pendidikan Kepramukaan merupakan contoh jalur pembentukan nilai karakter bangsa
di SMA 5 Semarang berdasarkan Kurikulum 2013 (dok: pribadi)

Terlebih lagi ditambah dengan keadaan perekonomian dunia yang mengarah kepada ekonomi dunia tunggal seperti Uni Eropa, Uni Afrika, dan ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN), maka kita akan hidup dalam gaya hidup global dengan pergaulan global. Situasi seperti ini dapat menjadi tantangan sekaligus kendala apabila kita tidak mempersiapkan diri. Perubahan paradigma pendidikan dengan dimotori oleh pendidik dan didukung oleh masyarakat dan pemerintah merupakan salah satu upaya menjawab tantangan global secara sinergi.

Berdasarkan peluang tersebut, satu kunci menatap abad XXI yaitu guru sebagai pendidik harus berupaya menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat. Teladan dalam arti:
  1. Bersikap dan berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai karakter bangsa.
  2. Menjadi yang terbaik dalam bidang profesinya masing-masing.
  3. Menguasai kemajuan iptek dan up date terhadap perkembangan iptek.
  4. Menguasai minimal satu bahasa internasional supaya dapat bergaul lintas bangsa.
  5. Berpendidikan minimal tingkat Sarjana atau memiliki kompetensi sesuai bidangnya dan diakui secara global.

Bagi pendidik atau guru maka sangat penting untuk menguasai kelima arti teladan tersebut karena akan langsung dicontoh oleh peserta didik dan memotivasi siswa untuk meraih prestasi dan bersaing di era global. Yang paling mendasar adalah bagaimana guru dapat mengaplikasikan kompetensi profesional dan pedagogis.

Kita dapat mengembangkan prinsip masuklah kita ke dunia siswa dan bawalah siswa ke dunia kita. Setelah ke dunia kita maka kita didik dengan ilmu dan nilai-nilai karakter. Guru yang melek internet dan media sosial sebagai sarana berkomunikasi dan pembelajaran akan lebih disukai siswa sebab mudah dihubungi dan bersifat terbuka. Kita harus sadar bahwa kini sedang tumbuh sebuah generasi baru yang akan mengubah dunia menjadi berbeda sama sekali dengan sebelumnya (Don Tapscott dalam Growing Up Digital sebagaimana dimuat oleh Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos: 2003:82). Generasi ini yang oleh M. Nuh pada peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2014 dinyatakan sebagai generasi emas 2045.

Penyiapan Serius

Generasi muda sekarang sebagaimana dijelaskan di atas sebagai bonus demografi haruslah benar-benar disiapkan dan diberi contoh teladan yang baik oleh para guru, termasuk orang tua dan pemimpin bangsa ini. Kita tetap perlu waspada, sebab apabila investasi pendidikan ini tidak berhasil maka akan menjadi bencana demografi bagi masa depan. Oleh karena itu jangan melepaskan tanggung jawab pendidikan sekolah dari tiga elemen penting yaitu orang tua/keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Kekompakan tiga elemen ini akan menghasilkan tenaga dahsyat bagi kemajuan sekolah.

Investasi pendidikan baru akan terasa hasilnya tidaklah sekarang, namun jangka panjang. Karena mereka nantinya akan menjadi nafas republik ini. Investasi mulia yang seharusnya dijauhkan dari aspek politik dan kepentingan ekonomi sesaat. Dengan berbagai investasi secara riil di bidang pendidikan seperti fasilitas sekolah, gedung sekolah, sarana lab, diklat guru, dan sebagainya akan membuat bangsa ini maju. Oleh karena itu partisipasi berbagai pihak sangat penting. Perusahaan baik swasta maupun BUMN perlu didorong untuk memberikan Care and Social Responsibility di bidang pendidikan sebagai partisipasi serius membantu investasi pendidikan.

Kembali kepada slogan pendidikan bukanlah segala-galanya, namun segalanya dari pendidikan, kita dapat mengambil pelajaran bahwa sekarang pendidikan berperan sangat penting dalam segenap aspek kehidupan manusia. Pendidikan yang dilandasi nilai-nilai pendidikan karakter akan mengantarkan seseorang sukses meraih cita-cita hidup dan mewujudkan masyarakat yang cerdas.

Tetapi tidak bijaksana apabila menuntut pendidikan dapat memberikan segalanya, karena pendidikan terkait dengan bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan keamanan. Oleh karena itu pendidikan berkualitas dengan paradigma baru abad XXI yang didukung oleh tanggung jawab bersama antara keluarga atau orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah akan dapat memberikan hasil terbaik. Sebab menurut Willard Daggett (dalam Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos: 2003:102) perubahan dunia tidak dapat diatasi sendiri, karena dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali lebih cepat daripada sekolah-sekolah kita.

Sekali lagi, pendidikan berkualitas yang dilandasi nilai-nilai pendidikan karakter adalah harga mati dalam pergaulan global antarbangsa dan masyarakat layanan abad XXI. Membahas pendidikan berkualitas abad teknologi berarti tidak hanya membicarakan pendidikan saja, namun terkait dengan kurikulum, guru atau pendidik, pembelajaran, beaya, perkembangan iptek, sarana dan prasarana, dan dukungan pihak-pihak yang terkait. Pendidikan berkarakter yang berkualitas tidak lahir dengan sendirinya namun dipersiapkan dengan baik. Senada dengan hal ini, Peter Drucker, pakar manajemen terkemuka Amerika Serikat mengatakan bahwa bangsa yang benar-benar memanfaatkan ledakan komunikasi digital, dan menghubungkannya dengan teknik-teknik pembelajaran baru, niscaya akan memimpin dunia di bidang pendidikan. Namun pernyataan Drucker tidaklah cukup apabila tidak dilandasi dengan nilai-nilai pendidikan karakter.

Nilai-nilai pendidikan karakter harus disampaikan dengan cara yang tepat melalui model dan metode pembelajaran yang bervariasi. Apapun materi, metode dan model pembelajaran yang digunakan harus dilandasi dengan muatan nilai pendidikan karakter (pendikar). Tidak hanya guru yang wajib menyampaikan dan membelajarkan nilai pendikar, tetapi sekolah juga wajib membudayakannya melalui serangkaian kegiatan dan budaya sekolah. Penguatan nilai pendikar ini akan membuat siswa biasa dan mampu mengaplikasikannya dalam berbagai lingkungan.


Guru yang berhasil adalah pendidik yang mampu menjadi teladan, sebagai katalisator dalam transformasi penguasaan ilmu dan teknologi dengan keahliannya yang tinggi serta dilandasi oleh jiwa karakter bangsa yang luhur dalam menghadapi tantangan dan peluang di abad teknologi dalam mendidik siswa. Dengan demikian akan terwujud pendidikan nasional khususnya di sekolah sebagai elemen pembentuk peradaban bangsa Indonesia yang unggul untuk kejayaan Indonesia yang kuat dan berdaulat. Inilah kunci sukses mewujudkan konsp manusia Indonesia masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan

//