Pendidikan bukanlah segala-galanya, namun segalanya dapat dari pendidikan. Kita pernah mendengar slogan
tersebut namun apakah masih relevan di abad digital teknologi? Apakah peran
guru dan nilai-nilai karakter masih relevan? Dan
apakah siswa mampu menjawab tantangan dan peluang di dunia pendidikan yang
bersifat global dengan penguasaan nilai-nilai karakter?
Tantangan
Global
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita harus tahu
dan melihat tantangan dan peluang pendidikan di abad XXI sebagai era teknologi
digital dan masyarakat layanan atau service
society. Abad teknologi digital telah diprediksikan pada tahun 1998 oleh Negroponte (Being Digital: 1998) yang
menyatakan bahwa “Di masa depan Anda mungkin dapat mengenakan di pergelangan
tangan, apa yang kini di atas meja, apa yang dulu memenuhi ruangan”.
Dan prediksi Negroponte telah menjadi kenyataan
sehingga kita dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan hidup termasuk pembelajaran
di dunia pendidikan. Kita dapat melihat fenomena orang tua, muda bahkan
anak-anak memiliki perangkat handphone minimal untuk berkomunikasi dan berkirim
pesan. Ini berarti masyarakat kita telah welcome
terhadap teknologi. Nah bagaimana dengan pembelajaran di sekolah?
Kalau kita
melihat analisis dari Renate Nummela dan Geoffrey Caine dalam Making Connections (Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos: 2003:78),
salah satu tempat yang beroperasi dengan cara yang sama seperti 50 tahun lalu
adalah sekolah lokal. Ini berarti secara umum perubahan di dalam sekolah masih
jalan di tempat. Kita bisa bertanya disini, bagaimana pembelajarannya, guru,
kurikulum meskipun telah berubah, sarana dan prasarana, dan sebagainya.
Perubahan teknologi dan paradigma kurikulum belum tentu diikuti dengan perubahan mindset dan kultur belajar di sekolah. Tentu
saja hal ini dikecualikan bagi sekolah yang telah mengubah diri dengan
cepat.
Sekolah yang telah mengubah
diri berarti welcome dengan teknologi
pendidikan, menyadari adanya perubahan masyarakat, dan menyiapkan diri
menghadapi perubahan global dalam dunia yang tak berbatas (borderrless world).
Para
futurolog dunia seperti Peter Drucker, John Naisbitt, Kenichi Ohmae, dan Robert
Reich dalam Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos, 2003) telah memprediksi
adanya tantangan yang berupa kecenderungan baru, yaitu
pergeseran paradigma dari masyarakat industri ke masyarakat layanan atau service society. Kita harus sadar masyarakat
sedang berubah, era industri sudah bergeser menjadi teknologi yang diikuti pula
oleh perubahan budaya. Masyarakat (termasuk siswa di dalamnya) akan semakin
pintar karena mudahnya mencari ilmu dan pengetahuan dengan mengakses informasi
melalui internet. Oleh karena itu mereka akan cenderung bertanya, meminta bukti
ilmiah, berdiskusi dan sebagainya. Siswa akan mudah bosan apabila diberi
ceramah, didikte, mencatat, dan sebagainya.
Pergaulan global ditandai
dengan perkembangnya media sosial di internet yang luar biasa dengan beragam
aplikasi dan provider. Kita dapat
mencari teman siapapun, dimanapun negara, berbagi cerita, foto, video, hasil
karya kreatif, dan sebagainya. Media sosial di internet ibarat pedang bermata
dua kita tidak dapat menolaknya. Bahkan Tapscott (1998:90) sudah memprediksi
jauh sebelumnya bahwa kita adalah generasi pertama yang dikepung oleh media
digital. Di sinilah peran para orang tua, guru dan sekolah untuk
mengingatkannya, bagi yang berprofesi di bidang IT (Informasi dan Teknologi)
untuk berinovasi bagaimana memblokir situs yang meracuni generasi muda (siswa)
dan menimbulkan maksiat ataupun kriminalitas.
Namun Naisbitt optimis bahwa
kita akan mengalami kecenderungan yang berlawanan dalam pergaulan global abad
XXI yang disebut sebagai nasionalisme budaya. Perubahan budaya ini akan semakin
menegaskan ciri khas kita sebagai bangsa yang berperadaban sehingga lebih
manusiawi dan berpegang teguh pada akar budaya bangsa. Bangsa Indonesia akan
semakin menegaskan dirinya yang berbudaya dengan berdasarkan Pancasila. Orang
Malaysia misalnya, akan semakin menegaskan dirinya sebagai pendukung budaya
melayu, dan sebagainya.
Peluang Abad Teknologi
Secara
individu, kita khususnya pendidik dituntut menyiapkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakat global agar dapat menangkap peluang. Peluang dan kesempatan ini tidak boleh
disia-siakan apabila kita akan membentuk negara yang berdaulat dan kuat dengan
manusia yang berkarakter. Kuatnya negara ditandai dengan kualitas generasi
mudanya. Oleh karena itu penting untuk menyiapkan secara mental dan skill menghadapi perubahan teknologi sesuai
dengan profesi kita sebagai pendidik. Teknologi bagi kita (guru) memang
bukan tujuan, namun sebagai sarana penting untuk pembelajaran dan memasuki pintu gerbang pergaulan global serta
menjelajah dunia maya (internet). Era global seakan-akan
telah menghilangkan sekat-sekat antarnegara (borderless
world) yang berimplikasi pada kemajuan dunia
pendidikan dan berpotensi membuat
luntur nilai-nilai karakter bangsa.
Pembentukan nilai karakter bangsa pada Kemah Pembauran Generasi Muda SMA se Kota Semarang di Salatiga, 10 - 12 Juni 2015 (dok: pribadi) |
Pendidikan Kepramukaan merupakan contoh jalur pembentukan nilai karakter bangsa di SMA 5 Semarang berdasarkan Kurikulum 2013 (dok: pribadi) |
Terlebih lagi ditambah dengan keadaan perekonomian dunia yang mengarah kepada ekonomi dunia tunggal seperti Uni Eropa, Uni Afrika, dan ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN), maka kita akan hidup dalam gaya hidup global dengan pergaulan global. Situasi seperti ini dapat menjadi tantangan sekaligus kendala apabila kita tidak mempersiapkan diri. Perubahan paradigma pendidikan dengan dimotori oleh pendidik dan didukung oleh masyarakat dan pemerintah merupakan salah satu upaya menjawab tantangan global secara sinergi.
Berdasarkan peluang tersebut, satu kunci menatap abad
XXI yaitu guru sebagai pendidik harus berupaya menjadi teladan bagi siswa dan
masyarakat. Teladan dalam arti:
- Bersikap
dan berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai karakter bangsa.
- Menjadi
yang terbaik dalam bidang profesinya masing-masing.
- Menguasai
kemajuan iptek dan up date
terhadap perkembangan iptek.
- Menguasai
minimal satu bahasa internasional supaya dapat bergaul lintas bangsa.
- Berpendidikan
minimal tingkat Sarjana atau memiliki kompetensi sesuai bidangnya dan
diakui secara global.
Bagi pendidik atau guru maka sangat penting untuk
menguasai kelima arti teladan tersebut karena akan langsung dicontoh oleh
peserta didik dan memotivasi siswa untuk meraih prestasi dan bersaing di era
global. Yang paling mendasar adalah bagaimana guru dapat mengaplikasikan
kompetensi profesional dan pedagogis.
Kita dapat mengembangkan prinsip masuklah kita ke
dunia siswa dan bawalah siswa ke dunia kita. Setelah ke dunia kita maka kita
didik dengan ilmu dan nilai-nilai karakter. Guru yang melek internet dan media
sosial sebagai sarana berkomunikasi dan pembelajaran akan lebih disukai siswa
sebab mudah dihubungi dan bersifat terbuka. Kita harus sadar bahwa kini sedang tumbuh
sebuah generasi baru yang akan mengubah dunia menjadi berbeda sama sekali
dengan sebelumnya (Don Tapscott dalam Growing Up Digital sebagaimana dimuat oleh Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos: 2003:82). Generasi ini yang oleh M.
Nuh pada peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2014 dinyatakan sebagai generasi emas 2045.
Penyiapan Serius
Generasi muda sekarang sebagaimana dijelaskan di atas
sebagai bonus demografi haruslah benar-benar disiapkan dan diberi contoh
teladan yang baik oleh para guru, termasuk orang tua dan pemimpin bangsa ini.
Kita tetap perlu waspada, sebab apabila investasi pendidikan ini tidak berhasil
maka akan menjadi bencana demografi bagi masa depan. Oleh karena itu jangan
melepaskan tanggung jawab pendidikan sekolah dari tiga elemen penting yaitu
orang tua/keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Kekompakan tiga elemen ini akan
menghasilkan tenaga dahsyat bagi kemajuan sekolah.
Investasi pendidikan baru akan terasa hasilnya
tidaklah sekarang, namun jangka panjang. Karena mereka nantinya akan menjadi
nafas republik ini. Investasi mulia yang seharusnya dijauhkan dari aspek
politik dan kepentingan ekonomi sesaat. Dengan berbagai investasi secara riil
di bidang pendidikan seperti fasilitas sekolah, gedung sekolah, sarana lab,
diklat guru, dan sebagainya akan membuat bangsa ini maju. Oleh karena itu
partisipasi berbagai pihak sangat penting. Perusahaan baik swasta maupun BUMN
perlu didorong untuk memberikan Care and Social Responsibility di
bidang pendidikan sebagai partisipasi serius membantu investasi pendidikan.
Kembali kepada slogan pendidikan
bukanlah segala-galanya, namun segalanya dari pendidikan,
kita dapat mengambil pelajaran bahwa sekarang pendidikan berperan sangat
penting dalam segenap aspek kehidupan manusia.
Pendidikan yang dilandasi nilai-nilai pendidikan karakter akan mengantarkan
seseorang sukses meraih cita-cita hidup dan mewujudkan masyarakat yang cerdas.
Tetapi tidak bijaksana apabila menuntut pendidikan
dapat memberikan segalanya, karena pendidikan terkait dengan bidang ekonomi,
sosial budaya, politik, dan keamanan. Oleh karena itu pendidikan
berkualitas dengan paradigma baru abad XXI yang didukung
oleh tanggung jawab bersama antara keluarga atau orang tua, sekolah,
masyarakat, dan pemerintah akan dapat memberikan hasil terbaik. Sebab menurut
Willard Daggett (dalam Gordon
Dryden & Dr. Jeannette Vos: 2003:102) perubahan dunia tidak dapat diatasi sendiri, karena
dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali lebih cepat
daripada sekolah-sekolah kita.
Sekali lagi, pendidikan berkualitas yang dilandasi
nilai-nilai pendidikan karakter adalah harga mati dalam pergaulan global antarbangsa
dan masyarakat layanan abad XXI. Membahas pendidikan berkualitas abad teknologi
berarti tidak hanya membicarakan pendidikan saja, namun terkait dengan
kurikulum, guru atau pendidik, pembelajaran, beaya, perkembangan iptek, sarana
dan prasarana, dan dukungan pihak-pihak yang terkait. Pendidikan berkarakter
yang berkualitas tidak lahir dengan sendirinya namun dipersiapkan dengan baik.
Senada dengan hal ini, Peter Drucker, pakar manajemen terkemuka Amerika Serikat
mengatakan bahwa bangsa yang benar-benar memanfaatkan ledakan komunikasi
digital, dan menghubungkannya dengan teknik-teknik pembelajaran baru, niscaya
akan memimpin dunia di bidang pendidikan. Namun pernyataan Drucker tidaklah
cukup apabila tidak dilandasi dengan nilai-nilai pendidikan karakter.
Nilai-nilai pendidikan karakter harus disampaikan
dengan cara yang tepat melalui model dan metode pembelajaran yang bervariasi.
Apapun materi, metode dan model pembelajaran yang digunakan harus dilandasi
dengan muatan nilai pendidikan karakter (pendikar). Tidak hanya guru yang wajib
menyampaikan dan membelajarkan nilai pendikar, tetapi sekolah juga wajib
membudayakannya melalui serangkaian kegiatan dan budaya sekolah. Penguatan nilai
pendikar ini akan membuat siswa biasa dan mampu mengaplikasikannya dalam
berbagai lingkungan.
Guru yang berhasil adalah pendidik yang mampu menjadi
teladan, sebagai katalisator dalam transformasi penguasaan ilmu dan teknologi
dengan keahliannya yang tinggi serta dilandasi oleh jiwa karakter bangsa yang
luhur dalam menghadapi tantangan dan peluang di abad teknologi dalam mendidik
siswa. Dengan demikian akan terwujud pendidikan nasional khususnya di
sekolah sebagai elemen pembentuk peradaban bangsa Indonesia yang unggul untuk
kejayaan Indonesia yang kuat dan berdaulat. Inilah kunci sukses mewujudkan konsp
manusia Indonesia masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar